Welcome

Welcome.. ^_^ This is my world...

Mei 15, 2010

Cerpen: Kisah Cinta Rea


Cerpen ini adaptasi dari kisah nyata.
Pastinya kisahku donk, whahaha…
Yupz, cerpen ini ditulis oleh seorang teman di kampus yang hobi buanget nulis cerpen, FF, apa lagi ya..?? *mikir* ‘n sejenisnya gitu dech.
Emang sich cerpen ini ga' sepenuhnya terjadi dalam hidupku, sebagian hanya imajinasiku yang ku sampaikan kepengarang, dan tentunya imajinasi pengarang itu sendiri... hehehe...
4 tokoh utamanya nyata, cuma nama aja yang di samarkan (cie udah kaya tersangka pelaku kejahatan aja... haha...)
Owke…, langsung aja dibaca…
Jreeeeeng….
Kisah Cinta Rea
Adaptasi dari kisah nyata
Rating : Remaja
Genre : Romantis
Pengarang : Imah Hyun Ae ( She is my best friend )


Langit senja memayungi kota Seruyan kala itu. Seorang cewe dengan mata sendunya menatap ke belakang. Matanya yang sedikit tergenang air tertuju pada satu sosok, cowo tinggi tegap.
Seketika ingatannya kembali ke masa itu. Kisah di mana hubungan mereka bermula.
***

Suatu pagi yang cerah, di meja no.2 baris pertama, seorang gadis menekuk wajahnya. Nampak sekali betapa ia tak mendukung suasana ceria pagi itu.
“Pagi...” sapa seseorang.
Ia mengangkat wajahnya.
“Rea...”, bisiknya.
Masih dengan wajah yang tertekuk ia membalas, “Pagi...”
“Tumben wajahmu suram hari ini, Na?”
Yang di panggil 'Na' hanya menghela nafas.
“Kenapa sih?” tanya Rea penasaran.
“Idolaku, Re...”, lirih Nana setelah sukses menempelkan wajahnya di meja.
“Kenapa emangnya?”
“Dia pacaran sama musuhku...”
Keduanya diam sesaat.
“Suka-suka dia lah. Itu kan haknya.” sahut Rea akhirnya.
“Tapi kenapa mesti cewe itu? Cewe yang lebih baik kan banyak!”
“Namanya juga cinta.”
Nana manyun.
“Ugh! Kalo pacaran sama yang lain sih gak apa-apa. Gak masalah. Ini??? Aduh…”
Rea cuma bisa menggeleng. Tak mau berargumen lebih banyak.

Keesokan harinya Nana telah berwajah ceria. Rea merasa aneh. Biasanya kalo bete gara-gara idolanya sampai berminggu-minggu, batin Rea.
Si Nana yang melihat wajah bingung Rea, langsung cengengesan.
“Re!”
“Hm.” sahut Rea.
“Aku dapat ide nich.”, masih cengengesan gak jelas.
“Untuk???”
“Bikin idolaku jadian sama cewe yang lebih baik Re, mau kan?”
“Mau apa’an?” firasat buruk, batin Rea.
“Jadi pacarnya kak Erik?”
"Hah? Kok aku..."
"Tenang aja. Pasti dia mau! Dia kan idola di lapangan basket. Sedangkan kamu populer disekolah ini. Pasangan yang cocok kan. Ya gak?"
"Tapi..."
"Kak Erik baik kok orangnya. Pasti naksir dech sama kamu yang kaya malaikat gini, hehe..."
"Tapi..."
"Mau ya? Ya?" Nana memasang wajah memohon andalannya.

Hari terus berganti. Rea telah berkenalan dengan Erik kemudian menjadi teman. Lama-lama semakin akrab. Erik, entah karena apa telah putus dengan pacarnya. Nana yg menyadari adanya perkembangan yang sesuai harapannya tersenyum senang.
Hingga suatu hari, ketika itu sedang ada pertandingan basket di sekolah mereka...
“Hai Rea..”, sapa Erik.
“Hai..”
“Bisa kita bicara sebentar?”
“Hm… Oke!”
Rea meninggalkan Nana dan pacarnya, kemudian pergi ke teras kelas X A bersama Erik. Entah kenapa senyum Nana mengambang ketika melihat mereka berdua.

"Aku tidak tahu sejak kapan aku merasa mulai membutuhkanmu. Ingin selalu ada di sisimu. Ketika sadar, aku telah benar-benar menyukaimu. Rea... kau mau jadi pacarku?"
Rea tertunduk malu. Sekilas terlihat ia mengangguk. Senyum bahagia mengembang di wajah Erik. Sedangkan Nana yg entah sejak kapan menguping pembicaraan keduanya, tiba-tiba berteriak heboh. Membuat wajah mereka semakin merona karena malu.
***

Hubungan itu terus berlanjut hingga sekarang.
Bayangan Erik yang melepaskan kepergian Rea yang memutuskan kuliah di kota Palangkaraya akhirnya menghilang. Rea yang sedari tadi menoleh ke belakang menghela nafas. Terdengar berat. Nana yang sejak awal duduk di samping Rea memperhatikannya.
"Kak Erik setia kok." ucap Nana menenangkan.
Rea tersenyum.

~#~

Tidak terasa semester 5 telah menyapa. Hubungan Rea dan Erik tampak baik-baik saja. Bertemu saat liburan di Seruyan. Atau saat Erik mengikuti pertandingan basket di luar kota, ia menyempatkan diri untuk mengunjungi Rea di Palangkaraya. Hubungan yg indah. Tapi, itu sebelum Rea bertemu seseorang di kantin kampus. Cowo bermata tegas dan tajam, berkulit putih, tinggi, dan tampan.
Hari itu Rea, karena keasyikan bicara sambil jalan dengan Nana, ia tak melihat seorang cowo ada di depannya, berjalan dengan arah berlawanan dengan mereka. Tanpa sengaja Rea menabraknya.
"Maaf..." ucap Rea. Dan untuk beberapa detik lamanya mereka saling tatap.
Sejak saat itu Rea mengidolakannya. Mencari tahu tentang siapa dia.
Cowo itu barnama Egi. Anak bahasa inggris. Angkatan 2006. Dua tahun lebih dulu di banding Rea. Hal yang tidak terduga oleh Rea dan Nana adalah bahwa cowo itu ternyata juga mencari tahu tentang Rea.
Dilema. Itu yang Rea rasakan. Karena tanpa disadarinya ia telah begitu akrab dengan Egi. Selalu ditolong Egi kalau ada kesulitan. Membuat Rea merasa nyaman.
Bimbang, sebuah rasa yang muncul tanpa diminta. Saat ia bertemu Egi, ia teringat pada Erik. Saat ia bertemu Erik, seperti liburan kemarin, ia juga teringat pada Egi.
Kebimbangan itu semakin menjadi ketika Egi, menyatakan cintanya. Di sebuah taman didekat danau. Taman yg di penuhi dengan bunga-bunga berwarna kuning. Dan danau yg berwarna kebiru-biruan. Sangat indah.
"Bunganya mekar dengan indah ya?"
Rea mengiyakan sambil terus menatap hamparan bunga-bunga itu dengan penuh kekaguman.
"Bisakah kau memekarkan bunga di hatiku?"
Rea menoleh ke arah Egi dengan tatapan penuh tanya.
"Sejak pertemuan kita di kantin, pikiranku selalu dikelilingi oleh sosokmu. Sekuntum demi sekuntum, bunga-bunga menghiasi taman-taman hatiku. Dan itu karenamu. Sayangnya mereka tak mekar. Karena itu, bersediakah kau memekarkannya dengan menjadi kekasihku?"
Rea terdiam. Seketika sosok Erik hadir di benaknya. Ia tertunduk. Ia tak mau kehilangan Erik, tapi tak mau kehilangan perhatian Egi, juga kebaikan dan kelembutan sikapnya.
"Kau sedang bimbang ya?"
Rea mengangkat wajahnya. Terlihat Egi tengah tersenyum padanya dengan tatapan lembut.
"Berarti masih ada harapan, kan? Aku akan menunggu. Kapan pun itu."
"Kak, aku..."
"Sudah sore," potong Egi. "Sebaiknya kita pulang," sambungnya.
***

Siang yg terik. Mungkin itu adalah hari termendung bagi Egi. Karena hari itu, di depan kost Rea, ia telah memberikan jawabanya.
"Tidak bisakah kita seperti ini saja, kak? Aku senang bersama kakak. Tapi, aku..."
Egi menghela napas.
"Maafkan aku, kak."
"Apakah ada sikapku yang kurang kau sukai hingga kau menolakku?"
Rea menggeleng.
Egi meremas jemari Rea dengan lembut.
"Aku benar-benar mencintaimu, Rea. Ku rasa kau tahu itu."
Ada kilatan kecewa di mata Egi.
"Maafkan aku kak. Aku benar-benar tidak bisa."
"Lagi apa?" sebuah suara mengagetkan Rea. Ia segera melepaskan genggaman tangan Egi.
"Kau siapa?", ucap Egi dingin.
"Erik. Pacarnya Rea."
Egi mendengus.
"Jadi ini alasannya?"
Rea hanya diam.
"Apa dia lebih baik dariku?"
Tak satu kata pun keluar dari bibir Rea.
Egi menatap Erik tajam. Beberapa detik kemudian ia pergi. Yang Rea tak tahu, bahwa setelah hari itu kehidupannya akan berubah.
***

"Kau lihat saja, aku bisa membuatmu datang sendiri ke sisiku, Rea." ucap Egi dengan penuh keyakinan 2 hari kemudian. Dan keesokan harinya kabar Erik di penjara atas tuduhan merampok tas seseorang sampai ke telinga Rea. Juga Nana yang tiba-tiba mendapat surat pemberhentian dari pihak universitas.
Ia segera pergi ke kantor polisi setelah menenangkan Nana yang sangat panik dan sedih.
Terlihat Erik yang berada di balik jeruji besi.
"Kak..." panggilnya tertahan.
"Rea... Percayalah padaku aku tidak melakukan hal itu."
Rea mengangguk.
“Aku percaya, kakak tidak mungkin melakukan hal seperti itu.”

Rea melangkah keluar dengan lesu menuju ke kostnya.
Di depan kost, seseorang menghalangi langkah Rea dengan berdiri di depannya. Rea mendongak.
"Kak Egi..." lirihnya.
"Aku sudah dengar tentang Erikmu..."
"Aku percaya padanya, kak."
Egi mengepalkan tangannya.
"Begitu..."
"Hmm... Kata polisi tinggal menunggu saksi kuncinya bicara, baru akan terlihat kebenarannya.", ucap Rea kemudian.
"Saksi itu adalah aku."
Rea terdiam.
"Aku lah saksi kunci tersebut. Aku bisa saja membuatnya bebas atau..."
Jantung Rea langsung berdegup kencang.
Egi tersenyum licik.
"... Atau membuatnya berada di balik jeruji itu beberapa tahun lamanya."
Kembali Egi tersenyum licik.
"Juga temanmu. Hari ini dia dikeluarkan dari kampus."
"Apakah..."
"Ah...ku rasa kau belum mendengar kalau langganan ibu kostmu tiba-tiba berhenti berlangganan padanya."
"Kau... merencanakan semua ini?"
Egi tersenyum.
"Mungkin besok teman terbaikmu akan di keluarkan juga dari kostnya."
Setelah berkata seperti itu Egi berlalu.
Dengan setengah ketakutan Rea menanti hadirnya hari esok.

Benar saja. Nana pagi-pagi sekali menghubunginya. Katanya tanpa alasan yang jelas ia dikeluarkan dari kostnya. Juga ayah dan ibu Rea yang dipecat dari tempat mereka bekerja.
Rea segera menuju rumah Egi. Rumah yang begitu megah dan tampak sangat berkuasa. Rumah pengusaha no.1 di negeri ini.
"Bisakah kau hentikan kegilaanmu sekarang?" tanya Rea langsung saat Egi datang menemuinya yang di minta menunggu di ruang tamu.
"Hanya kau yang bisa menghentikanku. Kalau kau tetap di sisinya, aku tidak tahu apa lagi yang akan ku lakukan pada orang-orang terdekatmu, Rea."
"Maksud kakak?"
"Asal kau mau selamanya berada di sisiku, aku berjanji semuanya akan kembali kekeadaan semula."
Hening. Sekian menit lamanya, akhirnya Rea bersuara.
"Baiklah... Tolong hentikan sekarang juga." suara Rea bergetar.
Tapi Egi tak peduli. Ia justru tersenyum.
"Kau bisa pegang janjiku seperti halnya aku memegang janjimu."
***

Di kantor polisi. Rea menemui Erik.
"Kak... Kita akhiri saja."
"Apa maksudmu?" Erik kebingungan.
"Kau dan aku, sebaiknya kita akhiri saja."
"Kenapa...?" suara Erik tercekat.
"Kau tidak pantas untukku."
Luka tergambar jelas di mata Erik.
"Aku tidak mau berhubungan dengan seorang kriminal," sambung Rea.
"Bukankah... Bukankah kau percaya padaku."
"Tidak! Aku...tidak bisa mempercayaimu lagi. Kau sudah bukan hal yang penting untukku sekarang."
Rea berbalik. Air matanya mengalir tanpa sepengetahuan Erik. Ia lantas melangkah. Di ikuti langkah Egi yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka.
"Aku akan membenci kakak seumur hidupku." kata Rea dingin.
"Tidak apa-apa." sahut Egi.
"Asalkan kau bersamaku, tidak apa-apa." sambungnya sambil membukakan pintu mobil untuk Rea.

Keadaan kembali seperti semula. Surat pemberhentian Nana di cabut, sehingga ia bisa kuliah lagi. Ia juga kembali ke kostnya. Ayah dan ibu Rea dipekerjakan kembali. Langganan ibu kost Rea juga. Erikpun telah dibebaskan.
Rea tiba di kostnya setelah dibawa Egi mengelilingi kota. Rea turun dari mobil sebelum Egi sempat membukakan pintu untuknya. Langkahnya terhenti ketika mendapati Erik tengah duduk di teras kostnya.
"Rea.." Erik tersenyum.
"Aku be…bas." kata Erik tertahan saat mendapati sosok Egi yang berjalan dibelakang Rea.
"Kenapa kakak ke sini? Aku sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi denganmu!"
"Aku..."
Rea berbalik. "Kita pergi," katanya pada Egi. "Aku tidak mau melihat wajahnya lagi."
Rea melangkah. Tapi Erik segera mencengkram lengannya.
"Apa maksud semua ini?"
"Seperti yang kakak lihat aku memilih Kak Egi." Rea memandang Erik. "Dia jauh lebih segalanya dibanding kakak."
Perlahan, cengkraman Erik melonggar. Rea segera melangkah. Masuk ke dalam mobil. Mobil pun melaju.
Rea memandang bayangan Erik lewat kaca spion dengan berurai air mata.
***

1 tahun berlalu. Meski bersama, Rea selalu menjawab Egi dengan kata-kata singkat dan dingin. Bahkan terkadang tidak mau bicara sama sekali. Awalnya Egi bertahan. Tetap bersikap baik. Tapi lama kelamaan ia bosan.
Nana, yang semula tak habis pikir kenapa Rea memutuskan Erik dan memilih Egi, yakin kalau Rea tak bahagia. Rea telah berubah jadi gadis pemurung. Sering terlihat pucat dan lesu.
Setiap kali ditanya, Rea hanya berkata dirinya baik-baik saja.
Egi yang jengah dengan sikap Rea kembali mengancam Rea kalau ia akan menyakiti orang-orang terdekatnya lagi. Tapi Rea justru balik mengancam dengan berkata, "Lakukan saja jika kau ingin melihatku benar-benar mati."
Egi tak mengindahkan ancaman Rea. Dia mengusik kehidupan Erik dan keluarganya.
"Kau yang melakukannya?" tanya Rea saat mendengar kabar tentang keluarga Erik.
"Akan ku hentikan jika kau berhenti bersikap dingin padaku." kata Erik dengan santai.
"Sekarang kau di mana? Akan ku jemput dan kita bicarakan masalah ini."
"......."
"Halo? Rea?"
Rea tak menjawab. Juga tak menutup telpon.
5 menit kemudian terdengar lirih suaranya, "Aku membencimu..."
Tak lama kemudian pandangan Rea berkunang-kunang.
Bruk!!!
Egi terdiam. Kecemasan menyelimuti hatinya. Segera ia mencari Rea. Dari kampus sampai ke kost.
"Rea? Re? Jawab aku! Apa kau di dalam?" panggil Egi sambil mengetuk pintu kamar dengan berisik.
Tak ada jawaban.
Ia mencoba menghubungi hp Rea. Tersambung. Deringnya terdengar dari kamar Rea.
"Mungkin lagi tidur kak." kata tetangga di samping.
Egi mundur ke belakang. Kemudian mendobrak pintu kost Rea.
Pintu berhasil didobrak.
Terlihat sosok Rea yang tak sadarkan diri dengan tangan kiri berlumuran darah.
***

4 hari sudah Rea di rumah sakit. Dokter mengatakan masa kritisnya telah lewat. Ia tertolong.
Nana dan Egi menghela napas lega. Atas kuasa Egi, sejak 4 hari yang lalu Erik dilarang masuk ke rumah sakit.
Keesokan harinya Rea sadar. Tetap tak ingin berbicara dengan Egi.
Setelah kondisinya pulih Egi membawa Rea ke taman dekat danau. Tempat dia menyampaikan perasaannya ke Rea dulu.
Dengan wajah bertekuk Rea berdiri di antara bunga-bunga yang kuning itu.
Ekspresi Rea berubah ketika melihat ada Erik di taman itu. Pandangan keduanya bertemu.
Egi menghampiri Erik dan membawanya mendekati Rea. Ia menyatukan tangan keduanya.
"Kau..."
"Maafkan aku," kata Egi, "sudah memisahkan kalian. Aku memiliki raganya tapi tidak hatinya. Aku pikir aku bisa baik-baik saja meski hatinya bukan untukku. Aku pikir aku bisa membahagiakannya. Ternyata... Maafkan aku."
Egi memandang Rea, kemudian berkata, "Sekarang aku tahu, kau bahagia jika bersamanya."
Egi tersenyum lalu berbalik meninggal Erik dan Rea.
Akhirnya keduanya bersama kembali.
“Berjanjilah kalau kau tidak akan meninggalkanku lagi.”
“Aku janji…”
Kali ini, mereka tidak akan terpisahkan oleh apapun lagi.

~The End~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar